Inilah
sebuah kisah nyata yang mungkin bisa memberikan gambaran bagi para
wanita tentang azab di tanah suci karena hal yang mungkin saja sudah
biasa dilakukan namun tanpa disadari malah mengundang dosa. Banyak sudah
kita mendengar perihal penghuni neraka yang sebagian besar ialah para
wanita? Lantas mengapa bisa sampai seperti itu? Ternyata di dalam sebuah
hadist diceritakan alasan mengapa neraka penduduk mayoritasnya adalah
para wanita.
Menelisik dari hal tersebut, inilah sebuah kisah
nyata yang mungkin saja mampu menggambarkan bagaimana pedihnya siksa
neraka bagi seorang perempuan yang lalai dari perintah-Nya.
Bahkan wanita tersebut sampai menangis dan membuat seorang ustazah merinding karenanya.
Berikut
kisahnya. Selama hampir 9 tahun menetap di Mekah sambil menguruskan
jemaah haji dan umrah, saya telah melalui berbagai pengalaman menarik
dan yang pahit. Bagaimana pun, dalam banyaknya peristiwa yang saya
alami, ada satu kejadian yg tidak akan pernah saya bisa lupakan. Kisah
ini terjadi kepada seorang wanita yg berusia di pertengahan 30-an pada
saat saya mengurus satu rombongan haji.
Setibanya
wanita tersebut dan rombongan haji di Lapangan Terbang Jeddah kami
sambut deangn sebuah bus. Semuanya terlihat riang sebab ini adalah
pertama kalinya mereka melaksanakan haji. Setelah itu saya membawa
mereka menaiki bus dan dari situ, kami menuju ke Madinah.
Alhamdulillah,
segalanya berjalan lancar hingga kami sampai di Madinah. Tiba di
Madinah, semua orang turun dari bus. Turunlah mereka satu persatu sampai
tiba pada giliran wanita tersebut. Tanpa sebab yang jelas tiba-tiba
wanita itu jatuh tidak sadarkan diri, yang secara langsung setelah
menginjak bumi Madinah.
Sebagai orang yang diberi
tanggung jawab untuk mengurus jemaah itu, saya pun bergegas menuju ke
arah wanita tersebut. “Jemaah ini sakit” kata saya pada jemaah-jemaah
yang lain.
Suasana yang tadinya tenang serta merta bertukar menjadi cemas dan semua jemaah terlihat panik atas kejadian ini.
“Badan dia panas dan menggigil. Jemaah ini tak sadarkan diri, cepat tolong saya, kita bawa dia ke rumah sakit” kata saya.
Tanpa
membuang waktu, kami mengangkat wanita tersebut dan membawanya ke rumah
sakit Madinah yang terletak tidak jauh dari situ. Sementara itu, jemaah
yang lain diantar ke tempat penginapan masing-masing. Sampai di rumah
sakit Madinah, wanita itu masih belum sadarkan diri. Berbagai usaha
dilakukan oleh dokter untuk memulihkannya, namun semuanya gagal.
Sementara
itu, tugas mengurus jemaah perlu saya teruskan. Saya terpaksa
meninggalkan wanita tersebut di rumah sakit. Namun dalam kesibukan
menguruskan jemaah, saya menghubungi rumah sakit Madinah untuk
mengetahui perkembangan wanita tersebut. Namun, saya diberi kabar bahwa
dia masih tidak sadarkan diri. Selepas 2 hari, wanita itu masih juga
tidak sadarkan diri. Saya makin cemas, maklumlah, itu adalah pengalaman
pertama saya berhadapan dengan situasi seperti itu.
Semua
usaha untuk memulihkannya gagal, maka wanita itu dibawa ke rumah sakit
Abdul Aziz Jeddah untuk mendapatkan perawatan lanjut sebab rumah sakit
di Jeddah lebih lengkap kemudahannya dibandingkan rumah sakit Madinah.
Namun usaha untuk memulihkannya masih tidak berhasil.
Jadwal
Haji harus diteruskan. Kami berangkat ke Mekah untuk mengerjakan ibadah
haji. Selesai haji, saya langsung pergi ke Jeddah. Malangnya, sampai
rumah sakit Abdul Aziz, saya diberitahu oleh dokter bahwa wanita
tersebut masih koma. Bagaimanapun, kata dokter, keadaannya stabil.
Melihat keadaannya itu, saya ambil keputusan untuk menunggunya di rumah
sakit.
Setelah 2 hari menunggu, akhirnya wanita itu
membuka matanya. Dari sudut matanya yang terbuka sedikit itu, dia
memandang ke arah saya dan terus memeluk saya dengan erat sambil
menangis terisak-isak. Ketika itu saya sangat bingung, Saya bertanya
kepada wanita tersebut,
“Kenapa kamu menangis?”
“Ustazah….saya
taubat Ustazah. Saya menyesal, saya takkan berbuat lagi hal-hal yang
tidak baik. Saya bertaubat, betul-betul bertaubat.”
“Kenapa kamu
tiba-tiba ingin bertaubat?” tanya saya masih dalam keadaan bingung.
Wanita itu terus menangis terisak-isak tanpa menjawab pertanyaan saya
itu. Tidak lama kemudian dia bersuara, menceritakan kepada saya mengapa
dia berkelakuan demikian, cerita yang bagi saya perlu diambil hikmahnya
oleh kita semua.
Katanya, “Ustazah, saya ini sudah
berumah tangga, menikah dengan lelaki orang kulit putih. Tapi saya
salah. Saya ini cuma Islam pada nama dan keturunan saja. Saya tak pernah
mengerjakan ibadah. Saya tidak sholat, tidak puasa, semua amalan ibadah
saya dan suami tidak pernah saya kerjakan, rumah saya penuh dengan
botol minuman.
Dengan suara tersekat-sekat, wanita itu
menceritakan, “Ustazah…Allah itu Maha Besar, Maha Agung, Maha Kaya.
Semasa koma , saya telah diazab dengan siksaan yg benar-benar pedih atas
segala kesalahan yg telah saya buat selama ini.
“Betulkah?” tanya
saya terkejut. “Betul Ustazah. Selama koma itu saya telah ditunjukkan
oleh Allah tentang balasan yg Allah beri kepada saya. Balasan azab
Ustazah, bukan balasan syurga.
Saya rasa seperti diazab
di neraka. Saya ini seumur hidup tak pernah pakai jilbab. Sebagai
balasan, rambut saya ditarik dengan bara api. Sakitnya tidak bisa saya
ceritakan dengan kata-kata.
Menjerit-jerit saya minta ampun minta
maaf kepada Allah.” “Bukan itu saja, buah [dada] saya pun diikat dan
dijepit dengan penjepit yangg dibuat daripada bara api, kemudian ditarik
ke sana-sini…putus, jatuh ke dalam api neraka. Buah [dada] saya hancur
terbakar, panasnya bukan main. Saya menjerit, menangis kesakitan. Saya
masukkan tangan ke dalam api itu dan saya ambil buah dada itu kembali .”
Tanpa
mempedulikan pasien lain, suster pun memperhatikan wanita itu terus
bercerita. Menurutnya lagi, setiap hari dia disiksa, tanpa henti, 24 jam
sehari. Dia tidak diberi waktu untuk beristirahat atau dilepaskan dari
hukuman, sepanjang masa koma itu dilaluinya dengan azab yg amat pedih.
Dengan
suara terbata-bata, dengan berlinangan air mata, wanita itu meneruskan
ceritanya, “Hari ke hari saya disiksa. Bila rambut saya ditarik dengan
bara api, sakitnya terasa seperti kulit kepala yg ikut terlepas.
Panasnya juga menyebabkan otak saya terasa seperti menggelegak.
Azab
itu pedih…pedih yang amat sangat…tidak bisa saya ungkapkan. Sambil
bercerita, wanita itu terus meraung, menangis terisak-isak. Terlihat dia
betul-betul menyesal atas semua kesalahannya. Saya pun termenung, kaget
dan menggigil mendengar ceritanya. Sangat pedih balasan Allah kepada
umatnya yang ingkar.
“Ustazah… buat saya, Islam hanya nama saja,
tapi saya minum alkohol, saya main judi dan segala macam dosa besar.
Karena saya suka makan dan minum apa yang diharamkan Allah, semasa tidak
sadarkan diri itu saya telah diberi makan buah-buahan yang berduri
tajam.
Buah yang tak berisi melainkan hanya duri-duri saja, tapi saya sangat ingin memakannya, karena saya benar-benar merasa lapar.
“Bila
ditelan buah-buah itu, duri-durinya menusuk kerongkongan saya dan bila
sampai ke perut terasa menusuk perut saya. Sedangkan jari yang tertusuk
jarum pun terasa sakitnya.
Setelah buah-buah duri itu habis, saya
diberi makan berupa bara-bara api. Pada saat saya masukkan bara api itu
ke dalam mulut, seluruh badan saya rasanya seperti terbakar hangus.
Panasnya cuma Allah saja yang tahu.
Api yang ada di
dunia ini tidak akan sama dengan kepanasannya. Setelah memakan bara api
itu, saya meminta minuman, tapi…saya dihidangkan dengan minuman yang
dibuat dari nanah. Baunya cukup busuk, saya terpaksa meminumnya sebab
saya sangat merasa haus. Semua terpaksa saya lalui, tak pernah saya
alami sepanjang hidup di dunia ini.”
Saya terus
mendengar cerita wanita itu dengan tekun. Sangat terasa kebesaran Allah.
“Semasa diazab itu, saya merayu memohon kepada Allah supaya diberikan
nyawa sekali lagi, berilah saya peluang untuk hidup sekali lagi. Tak
berhenti saya memohon. Saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan
saya. Saya berjanji tidak akan ingkar atas perintah Allah dan akan jadi
umat yg soleh. Saya berjanji kalau saya dihidupkan kembali, saya akan
perbaiki segala kekurangan dan kesalahan saya dahulu, saya akan mengaji,
akan sholat, akan puasa yang selama ini saya tinggalkan.”
Saya
termenung mendengar cerita wanita itu. Benarlah, Allah itu Maha Agung
dan Maha Berkuasa. Kita manusia ini tak akan terlepas dari balasanNya.
Kalau baik amalan kita maka baiklah balasan yang akan kita terima, kalau
buruk amalan kita, maka azablah kita di akhirat kelak.
Alhamdulillah,
wanita itu telah menyaksikan sendiri kebenaran Allah. “Ini bukan mimpi
ustazah". Kalau mimpi azabnya tidak akan terasa sampai sepedih ini. Saya
bertaubat Ustazah, saya tak akan ulangi lagi kesalahan saya. Saya
bertaubat… saya taubat Nasuha,” katanya sambil menangis-nangis.
Sejak itu wanita tersebut benar-benar berubah. Bila saya membawanya ke Mekah, dia menjadi jemaah yang paling khusuk.
Amal
ibadahnya tak pernah berhenti. Contohnya, kalau wanita itu pergi ke
masjid pada waktu maghrib, dia hanya akan balik ke hotelnya selepas
sholat subuh. “Kenapa melakukan ibadah sampai tidak ingat waktu? kamu
juga harus menjaga kesehatan. Pulanglah setelah sholat Isya, makan nasi
atau istirahatlah sejenak…” tegur saya.
“Tidak apa-apa Ustazah.
saya membawa buah kurma. saya memakannya disaat saya merasa lapar.”
Menurut wanita itu, sepanjang berada di dalam Masjidil Haram, dia ingin
membayar sholat yang ditinggalkannya dahulu.
Selain itu
dia berdoa, mohon kepada Allah supaya mengampunkan dosanya. Saya
kasihan melihatkan keadaan wanita itu, takut karena ibadah dan tekanan
perasaan yang keterlaluan dia akan jatuh sakit. Jadi saya menasihatkan
supaya tidak beribadah keterlaluan hingga mengabaikan kesehatannya.
“Tidak
boleh Ustazah. Saya takut…saya sudah merasakan pedihnya azab Tuhan.
Ustazah tidak merasa, Ustazah tidak mengetahui rasanya. Kalau Ustazah
sudah merasakan azab itu, Ustazah juga akan menjadi seperti saya. Saya
betul- betul bertaubat.,"
Baca juga tentang
Kemarau Panjang 2019-2022..? Ini Kata Kyai dan Hadist Rasullullah SAW.